Hari Minggu kemarin, saya dan istri pergi ke Sragen untuk menghadiri undangan pernikahan teman istri saya.

Kami mengecek jalan ke lokasi acara dengan Google Maps seperti biasa, dan di situ ditunjukkan ada dua pilihan jalur:

  1. Jalur normal: estimasi waktu 1 jam
  2. Jalur tol: estimasi waktu 1 jam 9 menit
maps-sragen

Sebenarnya saya adalah pengguna jalan tol akut. Kalau sebuah jalur bisa dilalui dengan jalur tol, 99,99% saya akan naik tol. Kenyamanan dan penghematan waktu yang bisa didapat dari jalur tol menurut saya sangat sebanding (atau bahkan lebih) dibanding dengan biaya tol yang harus dibayarkan.

Tapi dalam kasus perjalanan ke lokasi acara di Sragen ini, kondisinya agak berbeda: waktu tempuhnya hanya sekitar 1 jam dan jalur normal justru memiliki estimasi waktu yang lebih pendek. Ditambah lagi, jika dilihat dari Google Maps, jelas terlihat kalau memang jalur normal jaraknya lebih pendek dibanding jalur tol yang harus bergerak memutar.

Jadi pada saat berangkat, saya memutuskan untuk mencoba pengalaman baru melalui jalan normal. Toh seingat saya jalan dari arah Salatiga ke arah Boyolali/Solo jalannya besar dan nyaman.

Singkat cerita, saya sudah fix mengambil jalur jalan normal.

Tapi eng ing eng...

Ini bukan jalan yang saya bayangkan!

Bayangan saya adalah jalan arah Salatiga ke Boyolali/Solo yang jalannya besar dan nyaman, tapi saya salah sangka karena jalan ke Sragen adalah jalan yang berbeda. Jalurnya melewati daerah Kec. Suruh, Kab. Semarang, dan jalannya naudzubillah sangat tidak nyaman.

Lajur jalannya hanya muat untuk satu mobil saja (satu mobil di sisi kiri, dan satu mobil di sisi kanan di arah sebaliknya).

Jadi kalau di depan saya ada mobil yang lambat, alhasil gerakan saya juga terhambat.

Belum lagi kalau di depan adalah truk-truk bermuatan besar. Haduhhhh.

Dan ini masih belum selesai. Jalan yang dilalui adalah jalan yang berbelok-belok, mengingat ini adalah jalur yang mengitari daerah kaki gunung. Jadi tangan dan kaki saya tidak bisa bersantai selama menyetir mengikuti belokan dan tanjakan-turunan yang ada.

Dalam perjalanan ini pun saya bilang berkali-kali:

Harusnya udah bener lewat jalan tol aja. Ngapain malah ngide lewat jalan normal sih...

Tapi tidak apa-apa.

Kata istri saya, anggap saja ini sebagai pengalaman baru.

Jadi ya sudah. Saya lanjutkan saja perjalanannya sampai kami tiba di lokasi acara. Jujur saja badan saya agak kecapekan karena menyetir di jalan seperti itu.

Maka setelah selesai acara nikahan, (lalu mampir sebentar ke Museum Manusia Purba Sangiran), saat pulang saya memilih untuk lewat jalan tol saja.

Dan benar saja. Meskipun jalan tol ini jalurnya memutar, perjalanan lewat jalan tol jauh lebih cepat dan nyaman. Dan saya hanya perlu membayar Rp 60.000,- saja untuk kenyamanan ini.

Sebuah pengalaman...